Kamis, 07 Januari 2016

kebudayaan daerah Bualemo


♣ Di pantai timur propinsi Sulawesi Tengah tepatnya di teluk Tomini di jumpai suku bangsa yang bahasanya sedikit lain dari bahasa Ledo dan bahasa Poso (Bare’e). mereka itu di namakan suku Tomini yang terdiri atas dua suku yaitu suku Tialo dan suku Lauje. Pada masyarakat ini di temui satu kepercayaan bahwa asal mula kejadian hidup ini ialah di suatu tempat di atas Pegunungan Palasa bernama Lembo Dayoan. Asal kejadiannya menurut cerita karena pertemuan langit dan bumi. Karena banyak kelompok etnis mendiami Sulawesi Tengah, maka terdapat pula banyak perbedaan di antara etnis tersebut yang merupakan kekhasan yang harmonis dalam masyarakat. Mereka yang tinggal di pantai bagian barat kabupaten Donggala telah bercampur dengan masyarakat Bugis dari Sulawesi Selatan dan masyarakat Gorontalo. Di bagian timur pulau Sulawesi, juga terdapat pengaruh kuat Gorontalo dan Manado, terlihat dari dialek daerah Luwuk, dan sebaran suku Gorontalo di kecamatan Bualemo yang cukup dominan.

♣ Ada juga pengaruh dari Sumatera Barat seperti nampak dalam dekorasi upacara perkawinan. Kabupaten Donggala memiliki tradisi menenun kain warisan zaman Hindu. Pusat-pusat penenunan terdapat di Donggala Kodi, Watusampu, Palu, Tawaeli dan Banawa. Sistem tenun ikat ganda yang merupakan teknik spesial yang bermotif Bali, India dan Jepang masih dapat ditemukan. Sementara masyarakat pegunungan memiliki budaya tersendiri yang banyak dipengaruhi suku Toraja, Sulawesi Selatan. Meski demikian, tradisi, adat, model pakaian dan arsitektur rumah berbeda dengan Toraja, seperti contohnya ialah mereka menggunakan kulit beringin sebagai pakaian penghangat badan.

♣ Rumah tradisional Sulawesi Tengah terbuat dari tiang dan dinding kayu yang beratap ilalang hanya memiliki satu ruang besar. Lobo atau duhunga merupakan ruang bersama atau aula yang digunakan untuk festival atau upacara, sedangkan Tambi merupakan rumah tempat tinggal. Selain rumah, ada pula lumbung padi yang disebut Gampiri. Buya atau sarung seperti model Eropa hingga sepanjang pinggang dan keraba semacam blus yang dilengkapi dengan benang emas. Tali atau mahkota pada kepala diduga merupakan pengaruh kerajaan Eropa. Baju banjara yang disulam dengan benang emas merupakan baju laki-laki yang panjangnya hingga lutut. Daster atau sarung sutra yang membujur sepanjang dada hingga bahu, mahkota kepala yang berwarna-warni dan parang yang diselip di pinggang melengkapi pakaian adat. {wikipedia}


Kesenian Masyarakat Sulawesi Tengah
♦ Musik dan tarian di Sulawesi Tengah bervariasi antara daerah yang satu dengan lainnya. Musik tradisional memiliki instrume seperti suling, gong dan gendang. Alat musik ini lebih berfungsi sebagai hiburan dan bukan sebagai bagian ritual keagamaan. Di wilayah beretnis Kaili sekitar pantai barat – waino – musik tradisional – ditampilkan ketika ada upacara kematian. Kesenian ini telah dikembangkan dalam bentuk yang lebih populer bagi para pemuda sebagai sarana mencari pasangan di suatu keramaian. Banyak tarian yang berasal dari kepercayaan keagamaan dan ditampilkan ketika festival. Tari masyarakat yang terkenal adalah Dero yang berasal dari masyarakat Pamona, kabupaten Poso dan kemudian diikuti masyarakat Kulawi, kabupaten Donggala. Tarian dero khusus ditampilkan ketika musim panen, upacara penyambutan tamu, syukuran dan hari-hari besar tertentu. Dero adalah salah satu tarian dimana laki-laki dan perempuan berpegangan tangan dan membentuk lingkaran. Tarian ini bukan warisan leluhur tetapi merupakan kebiasaan selama pendudukan jepang di Indonesia ketika Perang Dunia II.

Di Sulawesi Tengah ini pengaruh seni kebudayaan asing dapat ditemukan yang berasal dari orang barat. Pengaruh kebudayaan asing adalah pengaruh kebudayaan yang datang dari luar, maka seiring dengan datangnya pengaruh ajaran islam, bidang kebudayaannya pun ikut mendapat pengaruh kebudayaan islam contohnya dalam seni membangun tempat ibadah atau masjid, dalam tata krama pergaulan, kesenian dan sebagainya. Juga pengaruh dari orang Bugis Makassar ikut memperkaya perkembangan kebudayaan di Sulawesi Tengah seperti dalam tata pemerintahan, bangunan rumah, adat kebiasaan, nama dan cara orang berpakaian, masakan dan sebagainya.

Begitu pula dengan datangnya ajaran islam yang di bawa oleh tokoh Datuk Karama dari Minangkabau ikut pula memperkaya kebudayaan kesenian di Sulawesi Tengah khususnya di lembah Kaili, pengaruh kebudayaan minang dalam bentuk nama seperti Ince, Dato. Alat kesenian seperti kakula, pemakaian panji dalam orang-orangan pada upacara adat, masakan, dan sebagainya.

Bahasa dan Tulisan yang di pakai Masyarakat Sulawesi Tengah
♦ Gambaran umum terntang bahasa
Di daerah Sulawesi tengah dikenal cukup banyak bahasa daerah yaitu bahasa Kaili, Tomini, Pamona, Bada, Napu, Pipikoro, Mori, Toli-Toli, Buol, Saluan, Balantak, dan bahasa daerah Banggai. Tetapi diantara pemakai bahasa-bahasa daerah tersebut sebagian besar dapat saling mengerti satu sama lain.

Mengenai hubungan dengan bahasa tetangga juga saling mempengaruhi, hal ini dapat dilihat bahwa antara bahasa-bahasa yang dikenal di daerah ini dengan bahasa-bahasa di Sulawesi Selatan (Bugis, Makassar, Mandar, dan Toraja) ada persamaan kata-kata. {Adat Istiadat Daerah Sulawesi Tengah, Proyek Penelitian dan Pencatatan Departemen Pendidikan, 1977/1978: 22-23}

Agama Masyarakat Sulawesi Tengah
♦ Penduduk Sulawesi Tengah sebagian besar memeluk agama Islam. Tercatat 72.36% penduduk memeluk agama Islam, 24.51% memeluk agama Kristen dan 3.13% memeluk agama Hindu dan Budha. Islam disebarkan di Sulawesi Tengah oleh Datuk Karamah, seorang ulama dari Sumatera Barat dan diteruskan oleh Said ldrus Salim Aldjufri – seorang guru pada sekolah Alkhairaat. Agama Kristen pertama kali disebarkan di kabupaten Poso dan bagian selatan Donggala oleh missioner Belanda A.C Cruyt dan Adrian.

Uraian di atas merupakan sedikit pengetahuan tentang kebudayaan di wilayah Sulawesi Tengah. Pada blog ini saya akan menjelaskan dan menguraikan secara detail tentang kebudayaan dan kehidupan pada masyarakat di Kabupaten Buol atau Toli-Toli.



Kabupaten Buol atau Toli-Tolii
Dengan wafatnya Raja Anoglipu atau Kuntu Amas, maka kabupaten Toli-Toli ini terbagi menjadi 4 bagian kerajaan lagi yang masing-masing raja nya sebagai berikut:
Kerajaan Tolongan dengan Raja Dai Parundu
Kerajaan Tulaki dengan Raja Pulili Dwuta
Kerajaan Bunobogu dengan Raja Umayah
Kerajaan Riau dengan Raja Ndulu

Setelah keempat raja di atas wafat maka atas persetujuan keempat jurusan atau golongan rakyat dengan Bokidu, diangkatlah Jogugu Bataralangit menjadi Parabis (wakil raja) dan memerintah keempat wilayah yang akhirnya di persatukan kembali.

Perkembangan

Bataralangit meninggal ±1540 diganti oleh anaknya yang bernama Eanto Moh. Tahir dengan gelar Madika Moputi. Dalam Baool Staat raja ini merupakan raja pertama dalam susunan raja-raja dan tinggal di Pinamula 1540-1595.

Hubungan Antar Negara
♥ Pada masa pemerintahan Eato Mohammad Tohir sudah ada hubungan dengan Ternate. Dengan Ternate mungkin hubungannya sebagai daerah taklukan dari Ternate. Buktinya adanya penyerahan tongkat kerajaan di mana tongkat tersebut memakai inisial Sultan Ternate di bagian pangkalnya. Di samping itu Pombang Lipu bersahabat dengan raja-raja Bolaang Mongondow, Dolaan Itam, Kaidipan, dan Raja Gorontalo.

♥ Dengan Gorontalo Eato Mohammad Tohir terikat hubungan keluarga. Hubungan kerajaan Toli-Toli dengan kerajaan Gorontalo karena terikatnya hubungan keluarga dengan menikahnya Ndain dengan Kurambu (putrid Toli-Toli).

♥ Hubungan dangan Goa sebagai daerah taklukan di samping hubungan keluarga. (lihat sejarah atlas Moh. Yamin pada abad XVI-XVIII). Hubungan dengan Sigi sebagai keluarga dengan nikahnya keturunan Raja Toli-Toli, dengan Putri Sigi setelah Toli-Toli ditaklukan oleh Raja Sigi.

A. Penyelenggaraan Hidup dalam Masyarakat
1. Pemenuhan Kebutuhan

Pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan cara-cara pemenuhan kebutuhan dari zaman kuno. Untuk beberapa daerah sudah mulai di lakukan penanaman padi. Di Toli-Toli sudah mulai mengenal penanaman padi, yaitu pada tempat-tempat yang di genangi air. Mereka yang menanam di rawa belum mengetahui teknik pengaturan air hingga padi di tanamnya sampai tua tetap tergenang dalam air. Sudah mulai penanaman sagu (yang tadinya hanya tumbuh sendiri di hutan-hutan) dan kelapa yang sering dijadikan emas kawin. Mereka sudah mulai memelihara binatang ternak seperti ayam, anjing (untuk berburu), kerbau dan sapi. Di samping pertanian lading di beberapa tempat sudah mulai mengerjakan sawah. Juga berburu dan mengambil hasil hutan seperti rotan, dammar, untuk kebutuhan sendiri-sendiri. 2. Hubungan Antargolongan

Dalam masyarakat semakin jelas adanya kelompo-kelompok raja, bangsawan, orng merdeka, budak atau hamba. Hubungan antara golongan-golongan in di atur oleh adat yang sudah melembaga dalam masyarakat. Di Toli-Toli antara golongan Unbokilan dan Manuru sudah ada kerukunan. Tingkatan-tingkatan dalam masyarakat adalah sebagai berikut:
Keluarga Bangsawan di sebut golongan 12 Tua.
Keluarga Bangsawan Muda di sebut golongan 12 Muda, atau 8.
Keluarga orang biasa di sebu golongan 4.

Perbedaan atau pembagian lapisan masyarakat ini amat menonjol dan nyata sekali pada waktu adapt upacara-upacara perkawinan, kematian dan sebagainya.

B. Kehidupan Seni Budaya
1. Pendidikan

Masih tetap pendidikan tradisional diadakan dalam hubungan keluarga untuk membentuk watak, susila, dan ketrampilan dalam memenuhi keperluan hidup seperti misalnya pengetahuan dalam pengolahan tanah dan berburu.
Dengan cerita lisan dibina pembentukan watak anak untuk mengetahui tata susila, menjadi berani dan kesatria. Etiket dalam pergaulan dimana yang muda harus menghormati yang lebih tua, golongan bawah harus menghormati golongan atas (bangsawan), demikian pula sebaliknya bagaimana golongan bangsawan menghadapi golongan di bawahnya. Karena pada zaman baru ini telah terpengaruh ajaran islam yang sudah masuk ke Sulawesi Tengah (walaupun belum menyeluruh), maka mulai lah dalam lingkungan yang memeluk kepercayaan ini diadakan pelajaran mengaji Al-Qur’an dan cara pelaksanaan ibadah (syariah islam).

2. Kesenian

Pada umumnya agama sama dengan kesenian zaman kuno. Seni tari, musik, nyanyian yang pada umumnya diadakan dan dikaitkan dengan upacara penyembahan pada roh (tari sakral dan magis), di samping untuk pergaulan muda mudi disaat tertentu menurut adat. Dengan masuknya ajaran islam maka juga termasuk dalam seni ini yaitu seni bacaan Al-Qur’an dan dzikir diadakan pada saat-saat tertentu seperti pada bulan ramadhan, pada waktu kematian, selamatan, perkawinan, dan lainnya.

Dalam bidang pertanian berlangsung upacara-upacara adat sejak membuka lading baru sampai upacara panen yang di sebut Adantane. Jiwa daripada upacara ini ialah laku perbuatan suci yang berisikan kepercayaan leluhur (nenek moyang) kepada yang dianggapnya penguasa tanah (To Manuru) yang memberikan kesuburan, keberhasilan, atau kegagalan. Dalam kontak dan komunikasi dengan penguasa itu diadakanlah upacara-upacara adat.

Upacara pembukaan ladang baru.
Upacara ini disebut Balia Tampilangi. Yang memimpin acara ini ialah petugas di bidang pertanian yang diangkat atau ditunjuk oleh masyarakat, sesuai fungsi atau jabatannya, yaitu: Ulu tumba-Panuntu-Pogane-Togura Ntane-Maradika tanah dan Suro. Kegiatan upacara ini dipusatkan di Bantaya yang di buat di daerah lokasi perkebunan baru.

a. Motengge ntalu (memecahkan telur), yaitu telur masak yang dibawa oleh para petani. Yang berperan disini ialah Pogane (ahli mantra). Dengan hasil pemecahan telur tersebut akan diketahui atau sebagai suatu alamat bahwa usaha lading tersebut dapat berhasil atau gagal. Tanda-tanda kegagalannya kalau ada telur yang busuk, kosong atau lainnya yang menunjukan tanda-tanda tidak baik.

b. Mogane ridayo (membaca mantra-mantra dikuburan yang dianggap keramat). Semua bahan-bahan untuk keperluan upacara balia dibawa kekuburan.
Selesai Mogane Ridayo, semua peserta kembali ke Bantaya. Di tempat iniTogura Ntalua telah membagi lokasi kebun atau lading baru untuk mereka olah masing-masing

Mengelilingi benih padi yang akan ditanam dengan suatu upacara, yaitu membaca mantra-mantra dengan membuat tempat sesajianyang di sebut “suampela” (semacam kayu bercabang atau tiga batang kayu diikat bagian tengahnya untuk membuat tiang dan bagian atas atau cabang tempat menyimpan benda-benda sesajian).



§ Nobalia.



Selesai upacara diatas semua peserta harus pulang ke Bantaya. Di sini diadakan upacara balia di mana orang-orang yang kemasukan atau kesurupan makhluk-makhluk halus (topokoro balia) sudah siap.



§ Notuda (menanam benih).



Petugas-petugas adapt inti bersama-sama dengan anggotanya dan para petani menuju ke kebun untuk menanam benih pada hari yang telah ditentukan.

Dalam upacara ini disembelih seekor ayam. Darahnya diambil dan dibubuhkan pada padiyang tumbuh dari benih yang pertama kali ditanam. Juga diantar berbagai jenis makanan ke kuburan untuk sesajian yang diletakkan pada sebuah tempat dari kayu bercabangdengan diiring mantra-mantra, yang isinya sama dengan upacara diatas.

Modindi yaitu suatu upacara puji-pujian kepada pemberi hasil dengan lagu dan syair-syair tertentu. Isi syair melukiskan asal usul padi atau jagung sampai pada proses pengolahannya.
Yang memetik padi pertama kali ialah dukun (sando yang dibarengi dengan mantra-mantra, disusul oleh para anggota lainnya yang mengikutiupacara cara pemetikan.
Padi yang dipanen belum dapat dimakan sebelum diadakan acara Nopinji, yaitu membawa sesajian kepada pemberi hasil. Sesajian tersebut ialah beras baru yang dimasak pertama kali di bawa ke kuburan keramat disertai mantra-mantra.

Mengadakan upacara makan-makan sebagai pesta pora dengan segala jenis macam makanan.

No Wunja adalah suatu pesta upacara selamatan selesai panen secara masal dengan acara yang besar dan meriah pada lokasi di sekitar baruga (rumah adat). Jenis wunja ada tiga macam, tergantung dari maksud dan tujuannya, yaitu: -Untuk To Manaru – wunja kaleketi (wunja oge)
-Untuk Bone – wunja biasa (wunja rango-rango)

-Untuk Tampilangi – wunja bangunjaro

Bentuk wunja mana yang akan dilaksanakantergantung daripada hasil musyawarah di Bantaya.

2. Pakaian dan Perhiasan
♥ Pakaian sehari-hari
Bahan-bahannya terdiri dari kulit kayu Nuru (pohon beringin), cara pembuatan kainnya dari kulit kayu yang bahannya dari kulit kayu Nunu. Cara pembuatannya adalah sebagai berikut:
v Menguliti kayu Nunu sebagai sumber bahan.

v Merebus kulit kayu tersebut sampai masak lalu di bungkus selama tiga hari.

v Di cuci dengan air untuk membersihkan getahnya dan biasanya menggunakan pula abu dapur.

v Kulit kayu tersebut di pukul dengan alat yang di sebut pola (bahannya dari batang enau) sampai mengembang dan melebar. Kemudian dipukul dengan alat yang bernama tinahi yang di buat dari batu yang agak kasar. Disini dapat disambung bahan yang satu dengan bahan yang lainnya agar menjadi lebar dan panjang, di susul dengan alat ike yang halus sampai bahan tersebut sudah menjadi sehelai kain yang panjangnya tiga sampai lima meter.

v Setelah menjadi kain kemudian di gantung untuk di anginkan (nillave)
v Sesudah kering dilipat untuk diratakan dengan pola tidak bergigi (niparondo) yaitu semacam setrika.


Pakaian upacara
Kalau pakaian sehari-hari terbuat dari kulit kayu Nunu (pohon beringin), maka khusus untuk pakaian upacara bahannya juga dibuat dari kulit kayu, tetapi kulit kayu dari kayu Ivo yang dapat menghasilkan kain kulit kayu yang lebih halus dan bermutu, dan lebih baik daripada yang terbuat dari kulit kayu Nunu. Kulit kayu Ivo setelah selesai pengolahannya menjadi kainyang warna dasarnya adalah putih. Cara pembuatanya sama dengan cara pembuatan kain kulit pohon Nunu.

♥ Perhiasan sehari-hari
Baik laki-laki maupun perempuan jarang menggunakan perhiasan. Bagi perempuan cukup anting-anting, kalung dan gelang yang bahannya dari manik-manik yang disambung atau diikat satu sama lain.

Perhiasan-perhiasan saat upacara
Daun enau atau daun kelapayang dikeluarkan lidinya. Daun enau atau daun kelapa tersebut dianyam, dibentuk sesuai keinginan atau terurai begitu saja., dan fungsinya hanya sebagai dekorasi.
Selain itu juga dikenal dengan menggunakan alat dekorasi yaitu Mbesa, kain kulit kayu yang khusus dibuat dilengkapi hiasan-hiasan yang fungsinya hanya untuk hiasan (dekorasi) pada upacara-upacara tertentu.


3. Tempat Perlindungan atau Perumahan
– Sou adalah pondok yang didirikan di sekitar lading dan sawah.

– Lolu merupakan tempat yang dibuat khusus untuk berteduh.

– Kandepe adalah tempat untuk tinggal sementara

– Bente (benteng), yaitu dikenal pada zaman raja-raja

♥ Rumah tempat tinggal
Rumah tinggal masyarakat Toli-Toli di Sulawesi Tengah, bentuknya rumah panggung segiempat panjang, bagian samping kiri atau kanan serta muka belakang memakai dinding, tidak mempunyai kamar hanya menggunakan sampiran dari kain kulit kayu Nunu.

♥ Dalam membuat rumah tinggal baru diadakan berbagai upacara-upacara mendirikan rumah yaitu: 1. Upacara mendirikan rumah

Sebelum mendirikan rumah selalu di dahului dengan penelitian tanah untuk tempat dimana rumah itu akan didirikan. Tekhnik penelitian tanah itu sifatnya masih tradisional, antara lain dengan memasukan lidi ke dalam tanah atau memasukan ujung parang diiringi dengan mantra-mantra, dimana nanti akan nyata apakah tempat itu baik atau tidak baik sebagai lokasi perumahanpekerjaan penelitian tanah tersebut dilakukan oleh dukun yang khusus bertugas untuk itu. Jadi dukunlah yang berhak menentukan dimana sebaiknya rumah didirikan. 2. Melubangi tiang

Mendahului pelaksaannya dipilih hari baik, kemudian di undanglah para orang tua dan tukang yang akan membangun rumah itu. Dalam pertemuan tersebut diadakan sesajian dengan tujuan agar tiang rumah kuat, dan tahan lama serta merupakan persembahan bagi makhluk-makhluk halus di sekitar tempat bangunan itu.

3. Mendirikan rumah

Bilamana tiang-tiang telah selesai dilubangi seluruhnya, maka dicarilah suatu hari yang baik oleh para orang tua untuk menentukan hari mendirikan rumah. Untuk ini disediakan sesajian pula, yaitu:

– Tebu beberapa batang

– Pisang setadan

– Kelapa setangkai (beberapa buah)

– Jagung seikat

– Padi sebernas

– Kain putih satu meter

4. Menyelamati rumah

Upacara ini dilakukan kelak apabila sebuah bangunan rumah sudah selesai didirikan dan sebelumnya penghuni rumah menempatinya, sebagai upacara selamatan tanda pengucapan syukur dan kegembiraan atas selesainya bangunan rumah itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar