Budaya Mebuug Buugan atau lempar lumpur di desa adat Kedonganan, Kuta, Bali, kembali diadakan setelah 47 tahun vakum. Budaya mandi lumpur antar kedua kubu pemuda di desa Kedonganan ini kembali bangkit dengan versi yang beda.
"Ini budaya dan tradisi kami yang dahulu rutin dilaksanakan. Kini kami mencoba untuk membangkitkan kembali apa yang sudah jadi warisan permainan dan kegembiraan muda-mudi terdahulu," ungkap Yustisia di Kedonganan, Kuta, Bali, Minggu (22/3).
Sementara itu, Humas panitia Mebuug Buugan, I Made Sudarsana, alasan tradisi ini lama ditinggalkan lantaran ada rasa malu. Di mana dalam tradisi lempar lumpur ini, peserta pemuda telanjang total mandi lumpur dan saling lempar lumpur.
"Karena terlalu vugar kegiatan ini dihentikan. Kemudian sempat muncul kembali pada tahun 1968 dan hanya menggunakan celana dalam. Saat itu, muda-mudi berbaur tidak ada rasa risih," cerita Sudarsana, yang juga selaku peneliti tradisi ini.
Diakuinya, setelah dirinya mengulas dan menggali kembali tentang tradisi Mebuug Buugan, ada filosofi yang didapat. Di mana intinya menyambut terangnya dan bangkitnya kembali ibu pertiwi setelah menjalani Brata Penyepian (kesunyian).
"Pada intinya kami bangkitkan kembali apa yang jadi tradisi pendahulu kami. Ini bukan adat tapi sebuah tradisi kegembiraan muda-mudi pendahulu, busananya diubah cukup telanjang dada dan mengenakan kain penutup aurat. Khusus laki-laki, tidak ada wanita," Imbuhnya.
Nampak dalam permainan ini, masih kata dia, kegembiraan terlihat begitu belasan kelompok pemuda terjun ke lumpur lahan hutan Mangrove. Tidak hanya pemuda yang belasan tahun mengikuti tradisi ini, bahkan anak-anak dan orang tua juga ikut bergembira bermain lumpur.
"Ini akan kita agendakan setiap tahun setelah sehari nyepi," Tegas Sudarsana, meyakinkan jumlah peserta Mebuug Buugan lebih dari 90 orang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar