Dari aspek kebudayaan, Kabupaten Manggarai Barat memiliki beberapa kekayaan riil yang memerlukan sentuhan program dan pemberdayaan dalam pembangunan. Masyarakat Kabupaten Manggarai Barat dewasa ini merupakan hasil dari sebuah proses sosial yang intesif antara “orang asli ‘ Manggarai dengan pendatang.
Suku & bahasa
Bahasa yang digunakan di Kabupaten Manggarai Barat termasuk rumpun bahasa austronesian,malayo-polinesian, central -eastern, central–malayo-polenesian, Bima-Sumba. Wilayah Kabupaten Manggarai Barat didiami oleh beberapa suku baik itu suku asli maupun pendatang yaitu Suku Manggarai, Bajo, Bima, Selayar, Komodo dan suku lain (seperti Ende, Sikka, Sumba, Timor, Jawa dan lain-lain). Suku asli adalah suku Manggarai yang banyak bermukim di pedalaman. Suku Bajo dan Bugis menurut sejarah keduanya berasal dari satu keturunan yaitu Keturunan Gowa di Sulawesi Selatan. Suku Bajo lebih dahulu menetap di Labuan Bajo.
Mata pencaharian
Adat istiadat masyarakat Manggarai Barat sangat berkaitan erat dengan sistem mata pencaharian masyarakat. Oleh sebab itu sistem mata pencaharian merupakan bagian dari unsur budaya masyarakat. Sistem mata pencaharian masyarakat di Manggarai Barat pada umumnya adalah nelayan, petani dan pedagang. Di Manggarai Barat, Suku Manggarai pada umumnya menggeluti bidang pertanian, sementara Suku Bugis pada umumnya di bidang perdagangan, dan Suku Bajo serta Bima menggantungkan diri dari hasil laut, sesuai tradisi nenek moyang mereka. Masyarakat yang mendiami wilayah Manggarai Barat didaratan Pulau Flores (sebagai pulau utama) mendominasi bidang pertanian, sementara masyarakat yang mendiami pulau-pulau kecil lainnya tersebar di dalam dan di sekitar wilayah Taman Nasional Komodo mendominasi pekerjaan sebagai nelayan dan berdagang. Adanya perkembangan masyarakat menuju budaya perkotaan terasa di Kota Labuan Bajo, masyarakat Labuan Bajo yang dulunya dominan bekerja di perikanan laut, bergeser ke sektor jasa dan perdagangan yang mendukung kegiatan pariwisata.
Hubungan kekerabatan
Hubungan kekerabatan/kekeluargaan dipahami sebagai hubungan yang terjalin karena pertalian darah perkawinan, karena tempat tinggal yang berdekatan, dan pergaulan hidup sehari-hari. Ada beberapa pengelompokan hubungan kekerabatan/kekeluargaan menurut budaya Manggarai, yaitu asekae (keluarga patrilineal), pa’ang ngaung (keluarga tetangga), anak rona- anak wina/woenelu (keluarga kerabat istri dan keluarga kerabat penerima istri), da hae reba (kenalan terdekat).
Tua-tua adat
Jabatan tua-tua adat di Manggarai yang berlaku hingga sekarang adalah tua kilo/ tua panga, tua olo, tongka, tua teno. Tua kilo/tua panga menunjuk pemimpin adat dalam masyarakat yang dipilih berdasarkan musyawarah bersama. Tua Golo bertugas untuk memimpin sidang warga kampung yang menyangkut kampung. Tua Teno adalah kepala bagi tanah ulayat. Tongka berfungsi sebagai juru bicara dalam acara perkawinan, antara keluarga kerabat yakni keluarga kerabat anak rona dan keluarga kerabat anak wina.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar